Tabea Waya e Karapi!

Sastra for Minahasa Masa Depan!

Mengapa sastra (baca: tulisan)?

Sebab tulisan adalah bentuk kasat mata dari bahasa yang adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasa atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.


Kemudian: Mengapa pake Bahasa Manado? No kong kyapa dang?

Karena tak ada lagi bahasa lain yang menjadi 'lingua franca" di se-enteru Minahasa hari ini selain bahasa yang dulunya torang kenal juga sebagai "Melayu Manado".

Yang terutama adalah bahwa lewat sastra kita dapat kembali menjabarkan “Kebudayaan Minahasa” hari ini. Dengan menulis kita dapat kembali meluruskan benang kusut sejarah Bangsa Minahasa. Lalu, lewat tulisan, kita menggapai keabadian, io toh?



Tulisan Paling Baru

ini tong pe posting terbaru.

Esei Sweetly “Witho B. A.” Lahope: "MUSIC SAMPLING TECHNOLOGY - Sebuah Terobosan Menembus Keterbatasan"

Saat ini Teknologi Sampling sudah digunakan dalam industri rekaman dan bahkan juga dalam Live Music Performance. Namun penggunaan sampling masih terbatas pada kelompok tertentu karena kurangnya musisi atau music producer yang menguasai teknologi ini. Jangankan menguasai, yang mengenal sampling pun masih tergolong sedikit. Padahal dengan menggunakan cara ini, dapat mempermudah dan meningkatkan produktifitas dalam menciptakan musik, dan yang terutama mengehemat biaya.

Yang dimaksud dengan Sampling Technology adalah pengambilan sample/contoh suara sebuah alat musik dan kemudian pengkonversian getaran suara dari instrumen asli itu ke dalam kode-kode digital lalu disimpan ke dalam memori, untuk kemudian dimainkan kembali dengan cara membalikkan kode-kode digital tersebut menjadi getaran suara. Sederhananya, sampling adalah rekaman suara instumen asli yang dimainkan kembali. Jadi, kita tidak perlu memainkan instrumen tersebut untuk menghasilkan suaranya, cukup dengan memutar rekamannya. Tentu saja untuk itu kita membutuhkan perangkat pengolah data digital yaitu komputer, selain alat yang memang diciptakan untuk keperluan sampling, yaitu sampler yang biasanya berupa program komputer. Pada penggunaannya, kita tinggal merekam suara sebuah instrumen misalnya suara snare drum ke dalam komputer, kemudian dengan bantuan program soft synth kita tinggal mengatur trigger untuk membunyikan suara snare tersebut. Trigger yang akan kita gunakan adalah Midi Controller. Dengan menentukan nada tertentu untuk membunyikan suara snare tersebut, misalnya kita gunakan nada E3 (Nada E pada oktaf ke-3 pada Midi Controller), maka ketika Midi Controller mengirim perintah E3 ke Soft Synth, suara snare akan dibunyikan. Dengan sampel rekaman yang banyak tersimpan dalam memory, kita bisa mengoptimalkan PC kita menjadi sebuah studio rekaman yang sangat besar dengan berbagai instrumen musik. Ini tentu saja menghemat biaya karena kita tidak perlu memiliki instrumen aslinya. Untuk mendapatkan sampel-sampel instrumen, kita bisa merekamnya sendiri atau, untuk lebih mudah dan hemat, mencarinya di Internet. Ukuran filenya juga tergolong sangat kecil.

Memang, banyak pemusik yang menentang penggunaan sampling karena dianggap menghilangkan originalitas dari musik itu sendiri. Dengan sampling, tentu saja instrumen yang digunakan tidak lagi dimainkan oleh manusia, tetapi oleh sebuah computer, sebuah mesin. Jadi, kata mereka suara yang dihasilkan oleh teknologi sampling tidak berjiwa lagi. Ditakutkan, dengan berkembangnya teknologi sampling dapat menyebabkan tergusurnya peran pemusik “asli manusia”. Sebenarnya jika dicermati, sebenarnya pengoperasian sebuah komputer yang menjadi produsen sample harus bergantung kepada manusia juga. Baik buruknya hasil komposisi sebuah sampling tergantung pada kemampuan seorang programmer. Pada akhirnya, touch dan feeling seorang manusia tetap diperlukan. Ironisnya, jika kita berpikir bahwa teknologi sampling itu inhuman, nasib kita akan tergantung pada studio rekaman yang membutuhkan biaya mahal hanya untuk membuat sebuah demo rekaman yang kualitasnya pun sebenarnya masih kalah kalau dibandingkan dengan cara sampling. Padahal, dengan cara sampling, bukan hanya demo yang bisa kita buat, tetapi sebuah komposisi album yang lengkap pun bisa kita hasilkan. Jika begitu, kita bisa membangun sebuah label indie yang tidak lagi tergantung pada industri rekaman yang kadang-kadang begitu menyebalkan, serakah, dan membatasi kebebasan bermusik kita karena hanya berorientasi pada keuntungan belaka. Atau, paling tidak kita dapat memiliki kebebasan yang lebih leluasa dalam menembus batas-batas industri musik tradisional. Jadi, jika anda punya komputer plus punya skill dan feeling yang pas, jadilah sebuah komposisi musik yang sudah dapat dinikmati, dan yang paling hebat: siap dijual.

Jadi, semuanya tergantung pada pilihan kita.



(Telah dimuat dalam Jurnal Sastra & Budaya "Tounaas")

0 komentar: