Tabea Waya e Karapi!

Sastra for Minahasa Masa Depan!

Mengapa sastra (baca: tulisan)?

Sebab tulisan adalah bentuk kasat mata dari bahasa yang adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasa atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.


Kemudian: Mengapa pake Bahasa Manado? No kong kyapa dang?

Karena tak ada lagi bahasa lain yang menjadi 'lingua franca" di se-enteru Minahasa hari ini selain bahasa yang dulunya torang kenal juga sebagai "Melayu Manado".

Yang terutama adalah bahwa lewat sastra kita dapat kembali menjabarkan “Kebudayaan Minahasa” hari ini. Dengan menulis kita dapat kembali meluruskan benang kusut sejarah Bangsa Minahasa. Lalu, lewat tulisan, kita menggapai keabadian, io toh?



Tulisan Paling Baru

ini tong pe posting terbaru.

Esei Greenhill G. Weol: "Minahasa Open-Source: Mari (De/Re-)Konstruk Bersama Kebudayaan Kita!".

…Kau tak akan pernah memahami sesorang hingga kau melihat segala sesuatu dari sudut pandangnya… hingga kau menyusup kebalik kulitnya dan menjalani hidup dengan caranya…
To Kill a Mockingbird, Harper Lee


Dunia teknologi yang (mungkin) adalah tempat disemainya ‘bibit-bibit’ pemikiran Open-Source, akibat hakikatnya yang lintas-ruang, telah kemudian membuka pintu menuju kepada berbagai ruang lain, dengan akselerasi yang begitu cepat dan seolah tak terhentikan: ruang penerbitan, ruang informasi, ruang ekonomi, ruang politik, serta ruang-ruang lain yang seolah tanpa batas. Thomas Friedman melukiskannya sebagai:
“It's called the open-source movement, and it involves thousands of people around the world coming together online to collaborate in writing everything from their own software to their own operating systems to their own dictionary to their own recipe for cola-building always from the bottom up rather than accepting formats or content imposed by corporate hierarchies from the top down”.

• Close Encounters Of The Free Kind:
The Open Source/Free Software Movement
Hal yang paling menarik dari semangat Open Software adalah pola yang memungkinkan sebuah perangkat lunak ditulis secara kolektif oleh banyak pihak. Perangkat lunak tersebut akan dapat menjadi lebih sempurna sebab pengembangan kolektif berarti lebih banyaknya ide yang dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan publik pengguna, serta kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangannya dapat lebih mudah ditemukan dengan hadirnya lebih banyak ‘mata’. Hal-hal diatas kemudian menempatkan sebuah perangkat lunak menjadi lebih dari sekedar ‘benda mati’, namun menjadi organisma yang ‘hidup’ dan berproses. Dalam sejarah perkembangan perangkat lunak komputer, tercatat beberapa fakta tentang keberadaan ‘Open Source Spirit’, namun tonggak yang terpenting dipancangkan pada tahun 1984. Pada tahun itulah Richard Stallman memulai proyek GNU, sebagai bagian dari Free Software Foundation (FSF). Badan ini dimaksudkan untuk maintaning serta development perangkat lunak komputer yang menjadi public domain. Perlu diketahui bahwa pada umumnya usaha-usaha penulisan software (ya, perangkat lunak juga ditulis seperti sastra, namun tentu dengan ‘bahasa mesin’) bertujuan komersial. Jika kita menemui nama-nama Windows, Microsoft Office, Photoshop, Nero, dan lain-lain dalam kegiatan komputasi sehari-hari, itulah contoh-contoh perangkat lunak yang ditujukan untuk tujuan komersil atau proprietary. Namun, tidak semua programer berorientasi komersial dalam menulis setiap perangkat lunak karya mereka. Banyak programer yang kemudian mendeklarasikan karyanya, baik sebagian atau seluruhnya, sebagai ‘free software’ sehingga menjadi bebas digunakan, bahkan menjadi milik publik. Beberapa turunan dari perangkat lunak yang memiliki karakter ‘terbuka’, antara lain yang mungkin anda kenal adalah Linux, OpenOffice, Adobe Reader, serta Mozilla Firefox. Karakter dari perangkat lunak yang ‘free’ adalah bebas didistribusikan dan digunakan, serta terbuka untuk pengembangan lanjut oleh pihak lain, dengan tentunya pengakuan terhadap pencipta awal. Walau kemudian terdapat pembedaan antara perangkat lunak yang ‘bebas di kembangkan’ dengan yang ‘bebas digunakan’, secara umum keduanya masih menyandang semangat yang sama.
Pola ‘Open’ kemudian telah diadopsi kedalam berbagai ruang. Dalam dunia penulisan dan penerbitan muncul sistem Open Publication, yang adalah metode publikasi dimana sebuah karya tulis dapat dibaca, dimodifikasi, di-copy, dan disebarluaskan secara bebas. Buku Sekolah Elektronik keluaran Depdiknas adalah sebuah contoh untuk ini. Kehadiran ‘Open’ dalam dunia penulisan menyebabkan transfer ide dan ilmu menjadi lebih terbuka dan tanpa batas. Ini sesuai dengan sebuah jargon dalam dunia Open Source yaitu “Setiap orang berhak tau tentang segala sesuatu yang ada”. Ini membawa kita pada Wiki. Tentang Wiki, sebenarnya itu sendiri justru sangat berhubungan dengan tau-tidaknya seseorang terhadap sesuatu. Wiki sendiri memang diperuntukkan sebagai sistem penyedia informasi yang terbuka, baik untuk penyediaan konten, maupun editing. Untuk lebih jelasnya, sebagai awalan, ada tiga Wiki yang perlu disentil:
Wiki pertama: Wiki atau dikenal juga sebagai Ward’s Wiki. Sejatinya, ini adalah sebuah system perangkat lunak pada server jaringan komputer yang berbasis pada falsafah ‘Open Editing’, yang berarti bahwa konten dalam database sebuah situs dapat dikelola secara bersama oleh banyak orang. ‘Wiki’ sendiri katanya berasal dari bahasa Hawaii yang kurang-lebihnya berarti ‘cepat’, demikian menurut penjelasan dari sebuah situs di internet yang juga menuliskan nama Ward Cunningham sebagai founder dari konsep ini. Wiki, secara hakikat, memiliki tendensi positif terhadap Open Society, kebebasan, serta anti-elitisme.
Wiki kedua: Wikipedia. Ini adalah sebuah ensiklopedia bebas on-line yang dikelola oleh Wikimedia Foundation. System database Wikipedia juga berfondasi pada Ward’s Wiki. Semenjak diluncurkan pada tahun 2001 oleh Jimmy Wales dan Larry Sanger, saat ini telah ada lebih dari 12 juta artikel dalam 262 ragam bahasa dalam database Wikipedia. Yang amat menarik, seluruh artikel tersebut ditulis secara kolaboratif oleh banyak orang dari seluruh dunia dan hampir semua artikel dapat secara bebas diedit oleh siapa saja. Ada banyak situs yang menyediakan layanan serupa Wikipedia, namun saat ini situs Wikipedia adalah satu dari sepuluh situs yang paling popular di jagad web dan satu-satunya yang tidak berbayar. Secara teoritis, jika memuat iklan web, Wikipedia seharusnya dapat mendulang lebih dari $580 juta dollar pada tahun 2006 saja, demikian sebuah riset. Wikipedia bersikeras untuk tetap nonprofit.
Wiki ketiga: Wikinomics. Konsep Wiki yang telah mulai ‘berpengapa’ dalam dunia maya semenjak tahun 1995 dan terus berkembang hingga kini, telah menciptakan sebuah ‘kult’ dan ‘kultur’ tersendiri. Banyak aspek disiplin ilmu lain yang akhirnya diramu dengan konsep Wiki. Salah satu yang paling popular saat ini adalah Wikinomics, sebuah terma yang dapat berarti kolaborasi ekstensif partisipatif dari pengguna pasar. Konsep yang dibukukan pertama oleh Don Tapscott dan Anthony D. Williams pada tahun 2006 ini telah menggonjang-ganjingkan dunia kajian ekonomi semenjak itu. Openess, Peering, Sharing dan Acting Globally adalah pilar-pilar utama dari Wikinomia.
Begitulah, Open Source adalah sebuah fenomena terkini yang sedang merevolusi mindset global dalam banyak hal. Ide dan falsafah ‘Open’ telah merangsek masuk ke berbagai sisi kehidupan hari ini dan memberi makna baru terhadap banyak hal, kemudian memberikan pendekatan alternatif terhadap banyak permasalahan yang telah lama tanpa pemecahan.

• Pembangunan Kebudayaan ala ‘elit’ bukan satu-satunya jalan
Saya tidak akan memaparkan bagaimana hubungan sebuah sistem yang berkembang dari dunia teknologi dengan membangun peradaban Minahasa. Hanya ada beberapa kalimat yang saya ingin tuliskan dibagian akhir tulisan ini. Kebanyakan justru bukan kata-kata saya sendiri:

“Membangun Kebudayaan Minahasa tidak mungkin dan tidak dapat diterima jika hanya dilakukan oleh satu pribadi, satu kelompok, dan dari sumbu saja”. - Frisky Tandaju, Paramedis, dalam sebuah dialog.

“Saya tidak banyak membaca buku. Itu kekurangan yang sedang saya coba hilangkan. Namun, saya bisa menggarap pentas teater. Saya akan selalu berusaha menyisipkan ke-Minahasa-an dalam karya-karya saya”. – Sylvester ‘Ompi’ Setligt, Peteater, sebuah celutukan.

“Membangun Minahasa? Sayapun ingin! Biarpun saya tidak terlalu paham apa itu kebudayaan, saya putra Minahasa!”. – Marcell Manembu, Teknisi Komputer, percakapan disela-sela bermain game.

“Saya tidak setuju jika ada yang berkata bahwa kesenian, contohnya Maengket, di seragamkan dan distandarisasi. Apalagi ada yang mengklaim sebagai yang ‘asli’. Sudah dari dulu kesenian Minahasa beragam”. – Paul Kondoy, Petani, rekaman sebuah wawancara.

“Di kampung saya tidak ada Maengket. Tidak ada yang berbicara dalam bahasa daerah. Tidak ada yang berbau budaya Minahasa. Tetapi kami Minahasa”. – Sweetly Lahope, Hacker cum Musisi, dalam sebuah esay.

“Semua usaha membangun Kebudayaan Minahasa dengan metode elitis-politis telah terbukti minus impact atau gagal sama sekali. Tidak ada yang betul-betul masuk sampai pada inti permasalahan kebudayaan itu sendiri, apalagi kemudian memberi solusi yang benar-benar applicable!”. - Denni Pinontoan, Teolog, dalam sebuah diskusi.

“Satu atau seribu kata, semua dialog yang membicarakan Minahasa, negatif atau positif, adalah sumbangan terhadap peradaban kita”.
- Greenhill Weol, Sastrawan, petikan komen di sebuah blog internet.

“_________________________________________________________________________________”. – (Taruh kata-kata anda diatas dan nama anda di sini).

Tulisan ini adalah sebuah tulisan belum selesai.

*Tulisan ini kebetulan ditulis oleh seorang sastrawan. Selanjutnya, perlu diketahui juga bahwa penulis tulisan ini kebetulan memiliki ketertarikan kepada hal-hal yang berbau sains dan teknologi. Penulis juga kebetulan tergabung di Mawale Movement, sebuah gerakan kolektif nirstruktur yang bertujuan membagikan kesadaran identitas, mengembangkan kreativitas, serta menekankan pentingnya kontekstualitas dalam membangun peradaban Utara Celebes. Penulis kebetulan memiliki motto: everything happens for a reason.

0 komentar: