Tabea Waya e Karapi!

Sastra for Minahasa Masa Depan!

Mengapa sastra (baca: tulisan)?

Sebab tulisan adalah bentuk kasat mata dari bahasa yang adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasa atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.


Kemudian: Mengapa pake Bahasa Manado? No kong kyapa dang?

Karena tak ada lagi bahasa lain yang menjadi 'lingua franca" di se-enteru Minahasa hari ini selain bahasa yang dulunya torang kenal juga sebagai "Melayu Manado".

Yang terutama adalah bahwa lewat sastra kita dapat kembali menjabarkan “Kebudayaan Minahasa” hari ini. Dengan menulis kita dapat kembali meluruskan benang kusut sejarah Bangsa Minahasa. Lalu, lewat tulisan, kita menggapai keabadian, io toh?



Tulisan Paling Baru

ini tong pe posting terbaru.

Esei Sweetly'Witho' Lahope: "Kasihanilah Para Sastrawan Indie Ini".

Tidak hanya di dunia musik yang ada istilah "indie". Di dunia tulis-menulis Sastra pun ada istilah "Sastra Indie" (kalau tidak ada, berarti baru saja saya ciptakan hehehe...). Walaupun secara umum sama saja, tapi ada sedikit perbedaan antara musik indie dengan Sastra indie. Sederhananya, musik indie awalnya muncul karena ada dorongan untuk bermusik dengan bebas tanpa harus ada tekanan pasar dari Major Label. Nah, kalau Sastra indie yang ini, penyebab utamanya karena penulisnya jelek tidak punya biaya dan kemampuan untuk membawa karyanya ke percetakan, apalagi mengurus ISBN.

Selain itu, penyebab lain dari munculnya Sastra indie ini adalah:

1. Akses ke penerbit susah, karena penulis tinggal di daerah.
2. Karyanya sebagian besar ditulis dalam bahasa daerah.
3. Penulisnya memang tidak berkeinginan membawa karyanya ke penerbit.
4. Tidak ingin karyanya diedit oleh editor (weleh... ).
5. Penulisnya memiliki ketampanan di bawah rata-rata. :p

Sebenarnya karya-karya dari para penulis ini tidak kalah dengan penulis yang telah menerbitkan bukunya secara nasional. Walaupun ada juga yang kualitasnya terbilang kurang, namun beberapa orang benar-benar punya kemampuan menulis yang baik. Lagipula, buku-buku Sastra yang diterbitkan secara nasional sudah diedit oleh editor profesional sehingga materinya lebih berkualitas dan sesuai dengan kondisi pasar. Contohnya, Dean Joe Kalalo telah menerbitkan beberapa buku kumpulan puisi, kumpulan cerpen, dan yang paling terakhir sebuah novel berjudul "Sargasso".

Para penulis ini adalah mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sam Ratulangi Manado. Sayang juga, karena baik pihak Fakultas maupun Universitas tidak menunjukkan minat untuk mendukung, atau setidaknya membantu penerbitan buku mereka. Padahal, institusi seperti Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV) dari Belanda pun pernah datang ke Manado untuk mencari buku-buku dari para penulis ini dan membawanya untuk dijadikan bahan referensi untuk kajian Sastra dan Budaya.

Akhirnya, dengan usaha sendiri, muncullah buku-buku Sastra yang dibuat sesuka hati dengan cover yang kadang-kadang lucu dan nama penerbit aneh-aneh yang dikarang sendiri. Malah dengan sedikit mujizat, buku-buku itu bisa nongkrong di rak toko buku Gramedia dan memecahkan rekor sebagai buku dengan harga termurah yang pernah dijual Gramedia hahaha...

Ada banyak buku Sastra Indie yg beredar tapi aku hanya berhasil mendapatkan beberapa judul saja. Ini dia sebagian dari buku-buku itu.

(Tulisan Lengkap di: http://witho-sang-pembual.blogspot.com/2009/07/sastra-manado-minahasa-nanusa-mawale_24.html )

0 komentar: