Sebuah Liturgi
(Doa Pembukaan)
(Puji-pujian oleh jemaat)
(masuk iblis)
Iblis : Beking apa di sini?
Mo ba apa ngoni di sini?
Eh! Ngana! Kiapa ngana di sini? (sambil menunjuk ke salah seorang jemaat)
Io! Ngana!
For apa ngana kamari!?
Suara : Ibadah. . .
Iblis : Ibadah?! Ibadah pa sapa leh?!
Hari gini, Masih pake yang ba-bagini? Basi tau!
Ibadah ini kan, cuma tradisi.
Yang artinya, nyanda penting!
Yang penting kan, itu . . . apa kote?. . . Eee. . . iman.
Io, iman!
Lagian kan, tu ibadah yang babagini kwa cuma ja beking fugado jo.
Io to?
(masuk malaikat)
Iblis : (menoleh kearah malaikat)
Huuuh! . . . napa leh pengacau, so ada . . .
Beking apa leh ngana kamari? (kepada malaikat)
Ngana do’ kurang da iko-iko pa kita eh!
Kiapa, naksir?
Malaikat : Eh! So jaga tembus di tampa bagini ngana e?!
Iblis : Oh io. . . Skarang, tampa mana kong kita nimbole tumbus. . .
Mo rumah basar, mo rumah kacili, mo di utang, mo di kampung, mo di kota, mo di pasar, mo di mol, mo di internet, mo di hendphon, mo di tampa-tampa ibadah, mo di mana ke’, samua kita pigi akang!
Malaikat : Surga dang?!
Iblis : Lala mulu ngana!
De pe inti kan, cuma manusia . . .
Kita pe tujuan kan ngana so tau!
Malaikat : Mar, kan kalu di tampa bagini ngana salalu nyanda pernah untung.
Iblis : Apa?
Eh! Lamu! Coba ngana lia tu di blakang sana. Tu anak dua dari tadi kurang da bermain-bermain HP.
Napa le tu tiga nona sana dari tadi cuma da ba karlota trus.
Tu nyong sana kumang somo ta cabu de pe mata da haga-haga tu parampuang-parampuang pasung.
Sini! eh... ngana lia tu mache sana! De pe dalam hati dari tadi cuma, ‘so dapa lia gaga kita nyanda e?. . . Aduh talalu sadiki kote kita pe smengken. . .’
Tu paitua sana kumang, dia ada ganu-ganu pa itu pache sana.
Samua dorang pe pikiran nyanda di ibadah!
Yang dorang pikir cuma. . . kita. . .kita. . .kita. . .trus.
Narsis!
Tu cinta kasih yang ngana da bangga-banggakan, dorang cuma jaga pake for dorang pe diri sandiri.
Jadi, biar ngana mo bantu le, so nya’ ngaruh.
Malaikat : Eh, mar ngana musti inga itu kasih karunia dari Yesus Kristus nyanda akan pernah mo setinggal pa dorang.
Iblis : Adoh, bage di mana e. (berpikir)
Io no, kita le tau samua tu ngana pe bos pe karya.
Mar, ngana lia ini dunia ini skarang.
Sapa yang merajalela?
Bu’!!!
Malaikat : Bu’? (kebingungan)
Iblis : Kita, noh!
Dunia skarang geger dengan teror, perang, deng kerusuhan.
Blum lagi itu praktek-praktek mesum, bahugel, narkoba, miras, traficking, korupsi, pancuri, kolusi, baruci, dola-dola orang, deng laeng sebagainya yang terangkum dalam dosa.
Malaikat : Mar, samua itu so nda akan bertahan lama.
Iblis : Heh! di Buser, di Patroli, di Derap Hukum, Delik, Dunia Dalam Berita, Sekilas Info, Breking Nyuws, Fenomena, berita-berita di Indovision apa le e...
Mo di koran-koran, majalah, tabloit, mo di buku-buku sejarah!
Samua kita pe karya yang di bicarakan, kong tiap hari ada.
Malaikat : Mar, ngana nyanda akan pernah menyamai Yesus Kristus.
Iblis : Aaargh...salah!
Dia itu yang nyanda akan pernah mo sama deng kita!
Manusia so berbondong-bodong kase tinggal pa dia kong datang pa kita.
Malaikat : Hoi, sadar jo! So lebe dari dua ribu taon, itu nama Yesus Kristus masih terus diagungkan, dimuliakan, deng disembah di muka bumi ini.
Deng, orang-orang yang mengimani tu nama itu terus berjuang mo kase kalah pa ngana.
Buktinya, napa skarang, ini orang-orang pe smangat skali mo ba ibadah menyambut kelahiran Yesus Kristus sang Juruslamat.
Iblis : Memang lala mulu ja bacirita deng ngana no.
( berjalan seperti akan keluar, namun kembali lagi)
Eh!!! Ngana masih inga tu kejadian sepuluh milenium yang lalu di taman Eden?
Malaikat : Kiapa?
Iblis : Masih inga pa Hawa?
Malaikat : Kiapa dia?
Iblis : Masih inga itu pohong?
Malaikat : Hmmmm...kong kiapa?
Iblis : Itu buah dang?
Malaikat : Io, kong?
Iblis : Itu ular dang?
(Di depan panggung iblis beraksi dengan gaya mempersembahkan suatu pertunjukan, sesudah itu keluar)
Malaikat : Hmmm...
(setelah sempat terpaku ke arah panggung malaikat keluar)
Babak I
Adegan I
Setting: Taman Eden
(Tirai panggung dibuka. Masuk Adam sambil mengurus tanaman-tanaman di taman itu. Kemudian tertidur. Ular mengamat-amati Adam dari belakang pohon pengetahuan. Hawa bangkit perlahan kemudian menghampiri Adam. Adam terbangun dan kaget. Setelah menyadari siapa Hawa sebenarnya Adam mulai bersuara.)
Adam : Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.
(Adam kemudian mengajak Hawa berjalan-jalan mengelilingi taman Eden. Keduanya kemudian sibuk merawat tanaman, hingga akhirnya terpisah. Ular datang menghampiri Hawa.)
Ular : Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?
Hawa : Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.
Ular : Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.
(Ular kembali bersembunyi di balik pohon. Hawa yang termakan dengan rayuan Ular akhirnya memetik buah tersebut dan membawanya kepada Adam. Kemudian Hawa mengajak Adam untuk memakan buah itu. Adam menanyakan pada Hawa asal dari buah tersebut. Hawa mengajak Adam ke tempat dimana ia memetik buah itu. Setelah itu Adam menjadi panik. Hawa terus membujuk Adam kemudian ia memakan buah itu. Semula Adam menolaknya, namun kemudian ia pun memakan buah tersebut. Seketika setelah Adam memakan buah itu keduanya mendapati dirinya telanjang, kemudian mereka lari bersembunyi. Terdengar suara langkah kaki.)
Suara : Di manakah engkau?
Adam : Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.
Suara : Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon yang Kularang engkau makan itu?
Adam : Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.
Suara : Apakah yang telah kauperbuat ini?
Hawa : Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.
Suara : (kepada Hawa)
Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.
(kepada Adam)
Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.
(Mereka akhirnya di usir dari taman Eden. Tirai panggung ditutup)
(Jemaat menyanyi lagu ”Indah Sebagai di Eden”)
(Masuk malaikat dan iblis)
Iblis : Hua ha ha hahahaha.....
Pangge-pangge ujang ini.
Bae leh itu lagu bukang for kita.
Kacau...total!
Hua ha ha hahahaha....
Malaikat : De pe inti kwa dari hati. Dorang so berusaha mo kase yang terbaik pa Yesus Kristus lewat pujian.
Yah, kalu ada fals-fals dikit, ato nda ta iko ketukan, ato ada yang manyanyi sambil menghayal, ato yah, memang suara blek kan patut di maklumi. Manusia jo no.
Lantaran kan nda samua ada bakat di manyanyi.
Iblis : Butul, memang so dari sononya rata-rata manusia pe bakat bukang di manyanyi mar di bidang kekacauan, kekerasan, kesombongan, kenyanda-sabaran, kemunafikan yang samua-samua itu maso pa kita pe bidang.
Hua ha ha hahahaha....
Naraka!!!
Malaikat : Iiiiih...tttakuuut...(mengolok iblis)
Iblis : Dunia skarang deng dunia dulu masih sama!!!
Samua lantaran kita! Kita!! Kita!!!
Dari Eden sampe skarang, manusia nyanda akan pernah lolos dari kita pe kuasa!
Hua ha ha hahahaha....
(keluar Iblis dan Malaikat)
Adegan II
Setting: Padang
(Tirai panggung dibuka. Adam dan Hawa yang telah beranak-cucu berjalan perlahan memasuki panggung. Menggambarkan sebuah perjalanan kehidupan yang meletihkan dari suatu keluarga yang besar. Makin lama jumlah mereka semakin bertambah. Terjadi kekacauan, keributan, kegilaan, dan perkelahian di tengah-tengah kerumunan orang-orang itu. Beberapa berusaha melerai juga menenangkan, namun kekacauan terus terjadi. Dalam perjalanan itu mereka menemukan sumber air. Mereka bersukaria. Perlahan air mulai naik, dan mereka terus bersuka-ria. Setelah beberapa saat air terus naik, mereka menjadi panik dan berusaha menyelamatkan diri. Air terus naik hingga akhirnya menenggelamkan mereka. Terlihat bahtera di atas permukaan air. Setelah air surut masuk beberapa orang yang terlihat kelaparan dan sakit-sakitan. Masuk seorang nabi berpakaian raja dan bawahan-bawahannya yang kemudian langsung merawat dan memberi makanan pada orang-orang itu. Mereka bersuka-ria. Setelah orang-orang itu bersuka-ria nabi itu keluar. Mereka terus berpesta pora. Masuk orang-orang yang mengusung patung lembu yang terbuat dari emas yang kemudian disembah oleh orang-orang tadi. Masuk seorang nabi dengan membawa dua loh batu, yang kemudian segera murka setelah melihat suasana itu. Setelah memecahkan dua loh batu yang bertuliskan ke-sepuluh perintah Tuhan, nabi itu keluar. Mereka lalu mamecah-mecahkan dan kemudian memakan patung lembu itu. Kemudian mereka berjalan keluar dan terlihat sangat menderita. Masuk dari kiri dan kanan panggung orang-orang yang siap berperang. Mereka membentuk barisan di pinggiran panggung kemudian saling meneriakan cacian. Masuk seorang nabi yang berusaha melerai perang itu, namun sia-sia. Kedua kubu akhirnya maju berperang. Sang nabi keluar. Panggung menjadi arena pembantaian. Akhirnya semua tewas terkapar. Masuk perempuan-perempuan yang meratapi sosok-sosok mayat itu. Tirai panggung ditutup)
(Jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 260 Ayat 1 dan 3 “Dalam Dunia Penuh Kerusuhan”)
(Masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : hua ha ha ha...
Sengsara!!!
Sampe skarang itu kata itu masih terus terngiang di talinga!
Malaikat : Kasih!
Itu kata itu ley masih terus terngiang di telinga.
Iblis : Io, mar manusia semakin terpuruk dalam kita pe belenggu. Sampe-sampe yang ngana lia cuma kemunafikan. Yang ngana kira nda ada di antara orang-orang ini, mar sebenarnya ada, kong banya le!!! Ada saat-saat dorang bakampanye tentang cinta, kasih, deng Tuhan, deng ada saat-saat dorang bakampanye tentang.....ngana so tau to itu. Karna apa?
Malaikat : Hoaaaayem (sambil mengolok)
Iblis : Karna, ngana pe bos nyanda pernah butul-butul kase ampun pa dorang, manusia.
Malaikat : Masih inga itu kejadian sesudah tu ngana pe cerita tadi?
Iblis : Hmm.. bagimana?
(keluar Malaikat dan Iblis)
Adegan III
Setting: Dunia masa Perjanjian Lama
(Tirai panggung di buka, perempuan-perempuan yang menagis tadi terlihat sedang memindahkan jasad-jasad korban peperangan ke luar panggung. Masuk nabi Yesaya dan langsung bergabung dengan perempuan-perempuan tadi untuk memindahkan jasad-jasad.)
Nabi Yesaya : (Sambil memindahkan jasad)
Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.
Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan.
Sebab kuk yang menekannya dan gandar yang di atas bahunya serta tongkat si penindas telah Kaupatahkan seperti pada hari kekalahan Midian.
Sebab setiap sepatu tentara yang berderap-derap dan setiap jubah yang berlumuran darah akan menjadi umpan api.
Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.
(Keluar nabi Yesaya)
(Masuk nabi Mikha langsung bergabung memindahkan jasad)
Nabi Mikha : (Sambil memindahkan jasad)
Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Sebab itu ia akan membiarkan mereka sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan; lalu selebihnya dari saudara-saudaranya akan kembali kepada orang Israel. Maka ia akan bertindak dan akan menggembalakan mereka dalam kekuatan TUHAN, dalam kemegahan nama TUHAN Allahnya; mereka akan tinggal tetap, sebab sekarang ia menjadi besar sampai ke ujung bumi, dan dia menjadi damai sejahtera.
(Keluar nabi Mikha)
(Masuk nabi Zakharia yang kemudian langsung memindahkan jasad)
Nabi Zakharia : Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.
Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem; busur perang akan dilenyapkan, dan ia akan memberitakan damai kepada bangsa-bangsa. Wilayah kekuasaannya akan terbentang dari laut sampai ke laut dan dari sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi.
(Setelah semua jasad telah di pindahkan, nabi Zakharia berjalan keluar. Perempuan-perempuan itu segera merespon nubuatan yang baru saja mereka dengarkan dari ketiga nabi itu dengan tarian pengharapan. Masuk beberapa orang masuk bergabung dengan mereka sehingga jumlah orang yang menantikan kedatangan Mesias semakin bertambah. Masuk Iblis yang langsung menghasut satu-persatu dari mereka. Lama-kelamaan satu-persatu mulai memisahkan diri dan keluar. Hingga akhirnya tersisa dua orang. Tirai panggung ditutup)
(Jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 81 Ayat 1,2,5 “O Datanglah Imanuel”)
(masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : Hua ha ha hahahaha...
Apa yang ngana mo banggakan dari tu cerita itu?!
Itu tiga pace itu?
Ha ha haha...
Malaikat : Nubuatan!!!
Iblis : Oh....(mengangguk)
Mar ngana so lia kita pe andil?!
Akhirnya kan nda ada orang yang percaya tu ramalan itu.
Kalu cuma sekedar tau, ada!
Mar kalu soal percaya, no wey!!!
Malaikat : Mo ada orang percaya ke’, mo nyanda ke’, kalu namanya kehendak Tuhan, pasti mo jadi. Buktinya ngana.
Iblis : Kiapa kita?
Malaikat : Dapa user dari surga no.
Iblis : Bukang dapa user, kita yang suka pigi dari situ.
Malaikat : Oh, bagitu eh...
Kalu soal andil, ngana pasti tau tu kejadian di satu rumah di kota Nazaret.
(keluar Iblis dan Malaikat)
Babak II
Adegan I
Setting: Sebuah rumah di kota Nazaret
(Tirai panggung dibuka. Yusuf dan Maria yang sedang dilanda asmara sudah berdiri di tengah panggung. Yusuf berpamitan pada Maria lalu kemudian keluar. Maria mengantarnya sampai di depan pintu. Maria sejenak melamun sambil tersenyum-senyum, kemudian dengan suka-cita mulai membersihkan ruangan dan perabotan, lalu tertidur. Masuk Malaikat Gabriel yang menari-nari mengelilingi ruangan, kemudian membangunkan Maria.)
Gabriel : Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.
Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.
Maria : Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?
Gabriel : Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.
Maria : Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.
(Setelah itu Gabriel keluar sambil menari-nari dari ruangan itu. Tidak lama kemudian Maria ikut keluar.)
(Beberapa bulan kemudian)
(Masuk Marta dan Maria. Maria sedang mengandung)
Maria : Terlalu sulit!
Sulit untuk dilupakan...
Senyumannya...masih terus terlukis di pikiran.
Gaya bertuturnya...
Aku...mencintaimu...Maria...(menirukan suara Yusuf)
masih terus terngiang di telinga.
Bahasa tubuhnya...ahh
Aku tidak bisa begitu saja melupakan orang yang telah mencuri hatiku...
Mungkin Tuhan telah menghukumku dengan mengambil kewarasanku, Marta saudariku.
Marta : Itu adalah hal yang wajar, saudariku Maria yang sementara dipenuhi semerbak bunga kasmaran dari Eden.
Maria : Tapi...tapi...Marta saudariku yang keteduhan hatinya mengalahkan laut mati.
Ada sesuatu yang ku takutkan.
Marta : Serbuk pahit apa yang berhasil di masukan iblis kedalam kepala putri Sion yang termanis ini sehingga dia melupakan sang penuntunnya yang setia?
Maria : Dengarkan dulu Marta saudariku yang kesetiaanya melebihi pengawal di serambi raja Salomo.
Sang pencuri hati sungguhlah seorang yang gagah, dan pastilah semua yang ditatapnya bertekuk-lutut. Sedangkan aku...lihatlah aku sekarang. Sang pencuri pasti segera membuang barang curiannya ke tanah dan segera akan diinjak orang jika barang curiannya itu ternyata hanya seonggok tanah liat.
Marta : Oh, saudariku yang malang. Terkutuklah semua pahlawan di Sion yang gagah perkasa jika hati putri Sion ini harus terinjak oleh salah satu dari mereka.
Suara : Marta...Marta....
Marta : Maria saudariku, hati itu sedang di hinggapi kupu-kupu yang membawa serbuk cinta sejati. Janganlah pernah membiarkan kupu-kupu itu lari dari padamu. Karena seluruh Israel menantikan hari pembuahannya.
Suara : Marta...Marta....Marta....
Marta : Sebentar. (ke arah suara itu)
Tegarkanlah hatimu yang suci itu!
(Marta berlari keluar)
Maria diam termangu dan sesekali termenung. Masuk Marta.
Marta : Oh, saudariku Maria yang dipenuhi rahmat Tuhan, menangislah. Tapi bukan dengan tangisan kematian itu. (memeluk Maria)
Maria : Kesedihan berusaha untuk terus merasuki hati yang tinggal sepenggal ini.
(Masuk Yusuf)
Yusuf : Jika demikian jangan biarkan dia menggantikan penggalan hati yang hilang itu. Biarlah hati yang tinggal sepenggal ini juga yang menggantikannya.
(jeda)
Aku ingin mengambil sebagai istri seorang putri yang sebagian hatinya pernah aku curi.
(Masuk seorang imam yang datang bersama Yusuf untuk menikahkan Maria dan Yusuf, juga masuk beberapa orang yang menyaksikan pernikahan tersebut. Setelah upacara pernikahan itu usai masuklah seorang utusan kaisar Agustus untuk membacakan suatu pengumuman)
Utusan kaisar : Pengumuman, pengumuman!
Kepada seluruh penduduk di bawah pemerintahan kekaisaran Romawi, agar supaya mendaftarkan diri di tiap-tiap daerah asalnya sendiri atau daerah asal suaminya.
(Tirai panggung ditutup)
(Jemaat menyanyikan lagu dari Kidung Jemaat No. 85 Ayat 1 dan 8 “Ku Songsong Bagaimana”)
(masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : Boleh jadi Maria deng Yusuf so melakukan adegan itu... lebe dulu, kong so babuah, jadi dorang mo tutu itu aib dengan yah... cerita itu, supaya nyanda malo.
Malaikat : Jadi menurut ngana, itu kejadian itu nyanda butul dang....
Iblis : Bukang menurut kita. Itu pemikiran dari tu cewe sana.
Talalu leh kong kita nintau tu kejadian itu. Sampe deng itu dorang pe perjalanan ka Betlehem le kita tau.
Yang kita nintau, ngana pe maksud mo cerita tu kejadian yang nyanda penting itu.
Malaikat : Kita pe maksud deng tujuan kan ngana so tau.
Mo jaga pa manusia.
Iblis : Hua ha ha hahahaha.....
Ngana kira kita mo kalah?!
Sedangkan ngana pe bos okat pa ana’, kong ngana le.
Coba jo!!!
Hua ha ha hahahaha....
Malaikat : Simak jo ini cerita!
(keluar Iblis dan Malaikat)
Adegan II
Setting: Jalanan kota Betlehem
(Tirai panggung dibuka. Masuk Maria dan Yusuf yang berjalan mencari tempat penginapan. Saat tiba di penginapan pertama mereka bertemu dengan pemiliknya yang adalah seorang pengusaha muda yang terlihat begitu sibuk melayani pelanggan-pelanggannya yang lain)
Yusuf : Apakah di sini ada tempat bagi kami untuk menginap?
Pengusaha : (memperhatikan Maria dan Yusuf dengan seksama)
Oh..ya..
Tunggu sebentar ya....(sibuk melayani pelanggannya yang lain)
Pengusaha : Sebaiknya tuan dan istrinya duduk dulu di situ.
(Yusuf dan Maria duduk di kursi. Saat pelanggan yang dilayani pengusaha tersebut tinggal sedikit, Yusuf menghampirinya)
Yusuf : Bagaimana, apakah masih ada tempat bagi saya dan istri saya?
Pengusaha : Aduh, maaf sekali tuan. Orang yang seharusnya sudah keluar hari ini malah masih menambah waktu sewanya, jadi sampai saat ini belum ada kamar yang kosong.
Yusuf : Ya, sudahlah kalau begitu.
(Maria dan Yusuf kembali berjalan untuk mencari penginapan. Di tengah perjalanan yang berangin itu, mereka berpapasan dengan tiga orang prajurit Romawi. Setelah melewati Maria dan Yusuf, salah seorang prajurit tadi berbalik dan menghampiri Maria dan Yusuf yang dikuti oleh kedua rekannya untuk memberikan kain jubahnya pada Yusuf agar dikenakan Maria. Setelah menerima kain tersebut Yusuf segera memakaikan kain tersebut pada Maria. Ketiga prajurit keluar. Maria dan Yusuf meneruskan perjalanannya. Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah penginapan yang pemiliknya adalah seorang wanita pesolek)
Yusuf : Apakah di sini ada tempat bagi saya dan istri saya untuk menginap?
Wanita : Ada...ada.
Tapi kamar yang tersisa hanya tinggal satu, dan ukurannya pun kecil.
Harganya tiga dinar untuk sehari.
Yusuf : Uang kami tinggal sedikit.
Untuk membayar biaya kamar itu selama dua hari saja sudah tidak cukup.
Sekiranya ibu dapat menolong kami.
Istri saya akan segera malahirkan.
Wanita : Oh...begitu.
Hmmmm.....(perpikir sejenak)
Berapa jumlah uang kalian?
Yusuf : lima dinar.
Wanita : Hmmmm.....(berpikir)
Baiklah.
Mari ikut aku.
(ketiganya bergegas berjalan ke luar panggung, tapi langkah mereka segera terhenti setelah terdengar suara seseorang. Masuk seorang pria yang terlihat begitu tergesa-gesa)
Pria : Siapakah pemilik penginapan ini?
Wanita : Ya...saya sendiri.
Ada apa?
Pria : Oh, kebetulan sekali.
Saya sudah berkeliling di kota ini untuk mencari penginapan, tapi semua penginapan yang sudah saya datangi semuanya sudah penuh.
Mmmm...apakah di tempat ini masih ada kamar yang kosong?
Kalau ada, saya akan menginap selama seminggu.
Wanita : Oh....begitu....
Hmmmmm....(berpikir)
Sebenarnya penginapan ini juga sudah penuh, tapi ada sebuah kamar kecil yang bisa digunakan.
Harganya per hari empat dinar.
Bagaimana?
Pria : Hmmmmmm....(berpikir)
Baiklah, saya ingin melihat kamarnya.
Wanita : Oh ya...
Mari ikut saya.
(kepada Maria dan Yusuf) Maaf ya...
(Wanita dan Pria bergegas berjalan keluar)
Yusuf : Tapi bagaimana dengan kami?
Kumohon tolonglah kami...
Istri saya akan segera melahirkan.
Wanita : Sebaiknya kalian cari penginapan yang lain saja, yang cukup dengan uang kalian.
(Wanita dan Pria keluar)
(Yusuf dan Maria kembali berjalan mencari penginapan. Di tengah perjalan mereka berpapasan dengan beberapa orang anak kecil yang menari-nari di jalanan. Setelah berputar-putar mengitari Yusuf dan Maria, dua orang dari anak-anak itu memasangkan mahkota bunga kepada Yusuf dan Maria. Sesudah itu anak-anak keluar. Maria dan Yusuf terus berjalan untuk mencari penginapan, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah penginapan milik seorang lalaki tua yang bungkuk dan pincang. Setelah cukup lama Yusuf mengetuk pintu penginapan, baru pemiliknya keluar)
Yusuf : Apakah di sini ada tempat bagi saya dan istri saya untuk menginap?
Lelaki Tua : (menghela nafas panjang)
Tempat ini sudah seperti kandang.
Bangunan ini sudah hampir roboh karena harus menahan kesesakan orang-orang yang ada di dalam.
Yusuf : Kiranya bapak sudi menolong kami.
Istri saya ini sudah mau melahirkan.
Lelaki Tua : (menarik nafas panjang)
Sebenarnya saya ingin sekali menolong kalian, tapi mau bagaimana lagi, selain pelanggan, saudara-saudara saya yang dari luar kota juga menginap di sini untuk mendaftarkan diri. Jadi saya sarankan sebaiknya kalian mencari tempat lain saja.
(Menengadah ke langit) Hari sudah mau hujan.
Jika ingin berteduh-berteduhlah di situ. (menunjuk arah kandang)
(Lelaki Tua keluar, Yusuf dan Maria berjalan ke arah kandang. Tirai panggung ditutup)
(Jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 94 Ayat 1 dan 4 “Hai Kota Mungil Betlehem”)
(masuk Iblis dan Malaikat)
Iblis : Hoaaaayaaaam...(mengantuk)
Membosankan...
Riki pastiu kita da tunggu depe bagian akhir.
Malaikat : Cerita itu nda akan pernah mo klar. Sampe kapan pun.
Cerita itu mo ada trus, secara turun menurun.
Iblis : Kita leh ada cerita yang nyanda akan pernah mo klar.
Cerita perang......deng......keangkuhan!!!
(Keluar Iblis dan Malaikat)
Adegan III
Setting: Balai Istana Herodes
(Tirai panggung dibuka, Herodes dan prajurit-prajurit Israel sudah berada di panggung. Herodes duduk di kursi Raja)
Semua : Demi kejayaan bangsa kita !
Untuk kejayaan tanah air!
Hidup raja agung terbesar kita!
Hidup Caesar yang sudah memberikan kepercayaannya pada raja kita Harodes!!!
(Masuk istri Herodes beserta pelayan-pelayan istana. Istri Herodes duduk di kursi Permaisuri)
Permaisuri : Cukup!
Roma dan Caesar tidak akan pernah seperti sekarang ini, kalau saja tidak ada suamiku Herodes!
Peperangan ini....
Kemenangan ini adalah milik Herodes Yang Agung!
Semua karena jasa-jasanya, sehingga Yang Mulia Herodes pantas di sebut Raja Agung Terbesar.
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
Herodes : Daerah-daerah di pinggiran Palestina yang merupakan garis terdepan Romawi sudah ku taklukkan.
Sebentar lagi Arab yang berlimpah minyak akan segera menyusul.
Dan dunia ini sepenuhnya akan jadi milikku.
Ha ha ha hahahaha.....
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Herodes : Kalian semua adalah pejuang-pejuang terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini. Berbahagialah ibu yang melahirkan kalian, karena sudah terbukti bahwa pasukan ini adalah pasukan yang tak terkalahkan.
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
(Herodes tertawa, masuk seorang kurir)
Kurir : Yang mulia raja Herodes, di depan istana ada tiga orang yang mengaku raja dari timur yang datang untuk menemui raja terbesar di tanah Palestina.
Herodes : Hua ha ha ha hahahaaha....
Ternyata keagungan dan kemuliaan namaku sudah tersebar sampai ke kerajaan-kerajaan di timur.
Hua ha ha hahahahahaha....
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Herodes : Suruh mereka masuk!
Kurir : Daulat tuanku! (keluar)
Perwira I : Mungkin, mereka mulai ketakutan, karena dipikirnya pasukan kita akan bergerak ke timur, ke wilayah mereka.
Semua : (tertawa)
Perwira II : Mungkin mereka kemari dengan membawa bendera putih.
Semua : (tertawa)
Perwira III : Atau, mereka ingin menjadikan kita sekutu. Dan memberikan upeti kepada raja teragung, termulia, dan terbesar.....Herodes.
Semua : Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
Hidup yang mulia raja Herodes!
(Masuk kurir dan ketiga orang Majus)
Herodes : Ada perlu apa, sehingga datang dari jauh-jauh kemari?
Majus I : Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.
Herodes : Apa...? Baru dilahirkan? Lelucon apa ini?
(semua orang di istana Herodes menjadi terkejut dan tercengang-cengang. Terdengar suara kasak-kusuk)
Herodes : Cepat kumpulkan semua imam kepala dan ahli taurat.
(gelisah)
(masuk ahli-ahli Taurat dan imam-imam kepala)
Herodes : Siapa raja orang Yahudi yang kau maksudkan itu, sehingga alam pun turut menyembahnya?
(para imam dan ahli taurat sejenak berbisik-bisik, beberapa dari mereka membuka kitab)
Ahli Taurat : Dia adalah Mesias. Raja yang akan memimpin Israel.
Herodes : Ini pemberontakan! Di mana dia akan lahir?
(para imam dan ahli taurat sejenak berbisik-bisik, beberapa membuka kitab)
Imam Kepala : Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi.
Herodes : Ini mustahil!!! (terbata-bata, gelisah, gugup, sempoyongan)
Tidak mungkin di tanah ini ada raja yang lebih besar dari aku!
(Para Ahli Taurat dan para Imam kepala terlihat sedang memperdebatkan sesuatu. Herodes mendekati orang-orang Majus dan kemudian berbisik)
Herodes : Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia.
(Keluar orang-orang Majus. Herodes memanggil kurir dan mengisyaratkan agar mengikuti orang-orang majus itu. Keluar kurir. Tirai panggung ditutup)
(Jemaat manyanyikan Kidung Jemaat No. 95 Ayat 1-3 “Gita Sorga Bergema”)
(masuk Iblis dan Malaikat)
Malaikat : Raja paling besar!
Bukang cuma di Israel, mar di dunia.
Yang Dia pe kerajaan nyanda akan pernah berakhir!
Bayangkan!!!
Iblis : Tunggu kita mo bayangkan (mengolok Malaikat)
Malaikat : Tuhan deng Manusia ada depe pendamai.
Yesus Kristus!
Yang Ilahi yang ada jadi manusia!
Iblis : Intsrupsi!!!
Di dunia ini dia pe kerajaan bukang satu-satunya yang paling pai deng abadi!
Ada dua kerajaan yang sama-sama pai.
Tau to sapa punya tu satu?!
Malaikat : Mar, de pe laste kan ngana pe kerajaan mo kalah!
Lantaran so ada tatulis.
Iblis : Kita nyanda akan pernah kalah!!!
Yang tatulis di situ salah!!!
Kita pe tujuan yang sebenarnya, mo buktikan kalu samua itu salah.
Samua yang tatulis di kitab-kitab itu salah!!!!
Malaikat : Ngana masih inga itu kejadian pa gembala-gembala di padang rumput?
Apa yang tatulis pasti mo jadi.
(keluar Malaikat dan Iblis)
Adegan IV
Setting: Padang Rumput
(Tirai panggung dibuka. Gembala-gembala sedang menjaga kawanan dombanya)
Gembala I : Apakah semuanya sudah bersiap-siap?
Gembala II : Kami semua sudah siap sejak dari rumah. Tapi saya pikir mereka tidak berani macam-macam, karena jumlah kita cukup banyak.
Gembala III : Ya, pencuri-pencuri itu sebenarnya adalah orang-orang pengecut. Mereka hanya berani merampas jika jumlah gembala penjaganya di bawah tiga orang.
Gembala I : Ia, tapi kan kita harus tetap berjaga-jaga.
Gembala IV : (dengan nada bercanda) Padahal dulu, walaupun tidak di jaga, domba-domba ini pasti tidak akan hilang.
Gembala V : Zaman ini sudah semakin sulit sejak kedatangan orang-orang Romawi itu.
Gembala VI : Benar sekali. Mereka memungut pajak yang terlampau tinggi, sehingga kita harus membanting tulang dua kali lipat.
Gembala VII : Ssssst, jangan keras-keras....
Gembala V : Kenapa harus takut.
Ini adalah tanah kita!
Ini adalah bangsa kita!
Gembala I : Simeon! Diamlah!
Gembala VIII : Apa yang dikatakannya itu benar. Kita benar-benar sudah dibodohi.
Pencuri-pencuri itu adalah dari bangsa kita juga. Mereka menjadi seperti itu karena biaya hidup yang semakin tinggi.
Gembala IX : Bodoh! Mereka tidak lebih dari orang-orang bodoh! Karena mencuri adalah suatu tindakan yang paling hina. Dan Tuhan mengutuk tindakan itu.
Gembala X : He he he...(sinis)
Bukankah Tuhan sudah mati?
Lihatlah! Kita akan tetap berada dalam kesengsaraan. Kita tidak benar-benar keluar dari lingkaran setan itu. Sejak pembuangan di Babel Tuhan sudah tidak ada lagi. Lihatlah kini yang di hadapan kita adalah orang-orang Romawi gila dan kawanan pencuri domba bodoh.
Hukuman itu tidak akan pernah berakhir!
Gembala I : Eliezer! Ada apa denganmu?! Setan apa yang sedang merasukimu?!
Gembala X : Setan-setan apa!
Jangankan setan, Tuhan pun sudah tidak ada artinya lagi sekarang. Yang tertinggal hanyalah cerita hasil rekaan kakek-kakek gila hormat yang bekerja di bait suci itu...
Gembala IX : Eliezer! Apa kau sudah gila?!
Sudah lupakah kau pada nubuatan para nabi tentang akan datangnya Mesias?
Gembala X : Ahhh...lagi-lagi soal mesias. Aku sudah bosan hidup dalam penantian yang tidak jelas. Aku tidak mengharapkannya lagi.
Aku tidak perduli lagi pada hal ke-tuhan-an.
Semua Gembala: Eliezer!!!
(masuk Malaikat. Saat melihat Malaikat para gembala sangat takut)
Malaikat : Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.
(masuk malaikat-malaikat yang lain yang berdiri di belakang malaikat pertama.)
SemuaMalaikat: Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.
(Malaikat-malaikat keluar. Gembala-gembala menjadi takjub)
Gembala I : Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.
(semua gembala setuju dan berjalan keluar, kecuali gembala X. Dia duduk termenung sendirian dan terlihat gelisah, namun akhirnya keluar mengikuti gembala yang lain. Tirai panggung ditutup)
(jemaat menyanyikan Nyanyian Kidung Baru No.62 Ayat 1-3 ”Gembala Yang Ada di Padang”)
(Masuk Iblis dan Malaikat)
Malaikat : Pantasan ngana so jaga tumbus di tampa-tampa ibadah.
Kiapa so mulai abis stok di neraka?
Iblis : Hua ha ha hahahaha...
Ngana tau kote.
Dorang samua pasti mo iko pa kita ka neraka!!!
Malaikat : Malawang mimpi ngana!
Iblis : Mimpi?!
Kebanyakan kita dapa pengikut dari tampa-tampa bagini.
Deng, so dorang-dorang itu yang jadi paling setia pa kita, kalu ngana mo tau!
Malaikat : Kalu di sini susah ngana mo dapa. Lantaran Yesus Kristus sayang skali pa dorang.
Iblis : Sama!!! Kita le sayang skali pa dorang!
So itu kita mo pangge pa dorang!
Hua ha ha ha hahahaha....
Malaikat : Ngana pe usaha nda akan berhasil!!!
Nanti ngana lia!
(keluar Iblis dan Malaikat)
Adegan V
Setting: Kandang domba
(Tirai panggung dibuka. Maria dan Yusuf duduk di dalam kandang. Di tengah mereka ada palungan. Malaikat-malaikat memegang lilin sambil berdiri di samping kiri dan kanan kandang. Di depan Maria dan Yusuf ada empat malaikat yang sedang menari-nari.. Malaikat-malaikat yang ada di samping kandang berjalan ke arah jemaat dan membagikan api dari lilin yang dipegangnya masing-masing kepada jemaat. Sesudah itu kembali naik ke atas panggung)
(Masuk gembala-gembala yang berjalan kearah kandang. Mereka memperhatikan bayi Yesus dengan seksama)
(Masuk ketiga orang Majus yang dibuntuti oleh kurir Herodes. Berjalan kearah kandang dan mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur. Bersamaan dengan itu beberapa malaikat berjalan ke arah jemaat dan menjalankan pundi persembahan. Sesudah itu malaikat-malaikat kembali ke panggung. Keluar kurir Herodes. Tirai panggung ditutup)
(jemaat menyanyikan Kidung Jemaat No. 123 Ayat 1-4 “S’lamat S’lamat Datang”)
(masuk Iblis—murung dan gelisah—dan Malaikat)
Malaikat : Kiapa? Rupa dapa lia suak-suak ini.
Iblis : Suak-suak di rumah saki!
Jangan dulu sanang, blum kalah ini.
Malaikat : Oh, mo tamba leh?
Iblis : Ha ha...(sinis)
Suka-cita yang nda akan bertahan lama!
Nda mungkin mo se kalah pa kita!
Malaikat : Dapa lia ngana yang so nda mo bertahan lama di sini.
Iblis : (semakin gelisah) Pasti ada celah!
Pasti ada! (berpikir keras)
Hmmmm....(tersenyum)
Logika...(berbisik)
Samua rekayasa!!!
Samua tai minya!!!
Samua yang tatulis di situ (menunjuk ke Alkitab) nda ada yang butul!!!
Hua ha ha hahaha....
Samua dusta!!!
Itu ada beking supaya...supaya....
Malaikat : Kalu itu Alkitab de pe isi dusta samua, berarti ngana le nda ada!
(Malaikat mengampiri Iblis, kemudian berusaha menyeretnya keluar dari ruangan)
Iblis : Tunggu! Tunggu!!!
Kita blum kalah!!!
Coba pikir!!!
(Malaikat terus menyeret Iblis keluar)
Planet-planet!!! Kiapa nyanda tatulis di Alkitab?!
Dinosaurus!!! Kiapa nda ada di Alkitab?!
Samua salah!!! Samua salah!!!
Manusia!!! Depe asal dari yaki!!!
Sebenarnya ngoni...ngoni yaki kong jadi!!!
(Malaikat menyeret Iblis sampai ke luar ruangan)
Adegan VI
Setting: Kandang domba
(Tirai panggung dibuka. Maria dan Yusuf duduk di dalam kandang. Para Malaikat, para gembala, dan orang-orang majus berbaur dalam tarian kesuka-citaan. Tirai panggung ditutup)
(Jemaat menyanyikan lagu Hai Dunia Gembiralah)
(Doa Penutup)
Selesai
Tabea Waya e Karapi!
Mengapa sastra (baca: tulisan)?
Sebab tulisan adalah bentuk kasat mata dari bahasa yang adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasa atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Kemudian: Mengapa pake Bahasa Manado? No kong kyapa dang?
Karena tak ada lagi bahasa lain yang menjadi 'lingua franca" di se-enteru Minahasa hari ini selain bahasa yang dulunya torang kenal juga sebagai "Melayu Manado".
Yang terutama adalah bahwa lewat sastra kita dapat kembali menjabarkan “Kebudayaan Minahasa” hari ini. Dengan menulis kita dapat kembali meluruskan benang kusut sejarah Bangsa Minahasa. Lalu, lewat tulisan, kita menggapai keabadian, io toh?
Tulisan Paling Baru
A JOURNEY OF JOY, Oleh: Hans Liberty Makalew
Esei Greenhill Galnvon Weol: "Gereja vs Seni: Sebuah Perang AntiTuhan"
Sebuah apresiasi terhadap PSR dan FSP GMIM
lewat eksistensi Sanggar Remiks, Minahasa Utara
The Church of our days in general does not recognize Her cultural mission.
She should be here to give meaning and support for all genuine efforts to enlarge our knowledge of reality and deepen our perception of the mystery of life.
We have to cultivate our personal life, to integrate our faith with contemporary thinking,
to integrate our devotion and adoration with a certain sensitivity towards contemporary arts.
(Daniel Pastircˇak, Artistic Creativity and Christian Spirituality)
Pelaksanaan PSR (Pesta Seni Remaja) GMIM yang beberapa hari lagi akan mengambil tempat di Tomohon, kemudian dilanjutkan dengan FSPG (Festival Seni Pemuda GMIM) yang direncanakan akan dilaksanakan di Tondano akan menjadi event kesenian dan kebudayaan Minahasa yang terbesar tahun ini. Setidaknya, pelaksanaan kedua perhelatan ini akan menjadi semacam “penawar” dari ketidakberhasilan lembaga kerohanian menampakkan prophetic mission-nya akhir-akhir ini. Setelah GMIM, yang adalah denominasi terbesar sekaligus sebagai sebuah ikon utama kekristenan di Tanah Minahasa, terlarut dalam konflik interen yang memang berlarut-larut itu (ini adalah sebuah ‘rahasia umum’, jadi tolong jangan diceritakan kesiapa-siapa), akhirnya, seni kembali menjadi “juru selamat yang hidup!”.
Mengapa saya berkata demikian? Pertama, karena saya ingin berkata demikian. Jika anda mempunyai pendapat berbeda, silahkan. Kedua, sebab, meminjam sebuah kalimat bijak (yang telah saya sedikit sesuaikan), “saat politik deadlock, seni harus mampu memberi alternative”. Politik? Bukankah kita sedang membahas lembaga keagamaan? Mengapa kita jadi melenceng ke politik? Begitu mungkin anda merespon. Jangan tanya saya tamang, enter kita le heran. Menurut saya, yang paling mampu menjawab ini adalah para politisi kita yang ramai-ramai menggunakan predikat-predikat jabat-gereja dalam memperpanjang nama mereka, dalam upaya menggalang suara.
Baru-baru ini saya diundang seorang teman jaring budaya Mawale Movement dari Tonsea, Chandra Dengah Rooroh, untuk turut hadir dalam latihan yang dilanjutkan semacam sebuah ibadah pengutusan dari Sanggar Remiks yang bernaung dibawah Jemaat GMIM Efrata, Kolongan Tetempangan, Kalawat. Jemaat ini masih berusia muda, sekitar satu tahunan mekar dari induk. Peribadatan pun masih menempati sebuah bangunan sederhana dari papan. Bangunan permanent sedang dibangun, dan telah kelar sekitar 30 persen. Tetapi, semua itu tidak menyita perhatian saya, sungguh, cukuplah sudah mengukur pencapaian keberhasilan ‘pembangunan kerohanian’ lewat segala sesuatu yang berbentuk bangunan fisik. Yang menarik justru adalah keberadaan puluhan pemuda-remaja yang giat berkesenian. Remiks berniat turun (atau naik?) dalam lomba teater dan grup vokal pada PSR ini. Namanya juga remaja, seserius-seriusnya mereka, tetap gelak-tawa dan canda-ria bergema. Tetapi, terlihat kesungguhan hati dimata mereka, dan, ini yang penting, terbersit sebuah cahaya di mata mereka. Cahaya semacam ini sering terlihat di mata paramuda kala mereka sedang berusaha membuktikan eksistensi mereka lewat kegiatan-kegiatan yang ‘kurang rohani’ semisal mabo, dola orang, bapajak, bakalae, antar motor rupa gila, pake narkoba, seks bebas, dan sejenisnya. Pendeta Donny Simbar Sth., ketua gereja, berkata bahwa dengan adanya venue penyaluran kreativitas yang disediakan gereja, energi-energi berlebih yang sudah secara alamiah dimiliki oleh paramuda bisa disalurkan kearah yang lebih benar, sebab, biar bagaimanapun mereka harus melepaskan itu. “Tinggal bagaimana mengarahkan emosi-emosi ini di tempat yang seharusnya”, simpul Simbar. Memang benar, secara teoritik, seni memang menawarkan sarana ‘pelampiasan’ emosi, baik dari yang menjadi performans, maupun para apresian. Demikian dikatakan Theory of Literature:
The function of literature, some say, is to relieve us, either writers or readers, from the pressure of emotions. To express emotions is to be free of them (Wellek dan Warren, 1956:36).
Lebih jauh, paling-tidak gereja bisa (kembali) menyangkal Marx yang berkata “agama adalah candu” dengan menunjukkan bahwa, hei sob! gereja tidak hanya mengajarkan umatnya untuk duduk-diam dan meredam gejolak emosi (gejolak seperti ini bisa disebabkan apasaja, dari represi/depresi politik, sampai naiknya hormone seksual) dengan doa dan ibadah saja dan berkata bahwa so ini tu salib yang torang musti pikul, tetapi juga menyediakan ruang penyaluran! Aaahh…
Sanggar Remiks, abreviasi keren dari “Remaja Milik Kristus”, saat ini mewadahi setidaknya belasan pemuda-remaja dalam sayap teaternya, begitu kata Carlos Manatar yang dipercayakan sebagai koordinator teater. Jika anda lebih akrab dengan kata ‘drama’, secara teknis drama menunjuk pada ‘teks atau naskah’. Drama yang dipentaskan disebut ‘teater’. Gereja dan Teater adalah dua kata yang sebenarnya tidak terlalu jauh terpisah. Menurut banyak literatur, seni performans ini pada awalnya memang sangat religius. Teater adalah bagian penting dari ritual-ritual dimana terjadi pemujaan kepada unsur-unsur “metafisis”. Pada zaman pertengahan, kekristenan mulai mengadopsi teater dalam ibadah. “Nativity Play” digunakan untuk menampilkan gambaran peristiwa kelahiran Yesus. “Moral Play” menjadi popular sebagai sebuah metode untuk mengajarkan akhlak kepada konstituen gereja. Syahdan, Zending, yang “membawa berita keselamatan” ke Tanah Minahasa, juga menggunakan teater sebagai media pelayanan, yang menyebabkan sampai saat ini ibadah-ibadah Natal kita seolah tak lengkap jika tanpa lakon “Maria-Yusuf” dan prosesi Pawai Paskah kita lengkap dengan serdadu-serdadu Romawi yang dengan kejam mencambuki seseorang berambut gondrong yang sedang memanggul balak. Jadi, memang sudah seharusnya, tradisi peribadatan kita memberi ruang sebesar-besarnya pada teater.
Benni Matindas, filsuf Minahasa, senantiasa berpesan bahwa peradaban Minahasa, yang adalah merupakan ‘suluh’ kekristenan di Indonesia, hanya dapat dibangun dengan mengembangkan “kesenian kreatif”, yakni bentuk-bentuk kesenian yang memberi ruang sebesar-besarnya kepada kreatifitas, kepada pencarian-pencarian ranah-ranah baru dalam dunia ide dan filsafat. Kesenian kreatif adalah satu-satunya cara untuk mendidik, membentuk moralitas yang runtuh, mengingatkan identitas, serta membangun peradaban. Mohon maaf kepada bentuk kesenian lain, kesenian yang hanya bersifat repetitive, hanya mengulang-ulang (tarik suara sebagai misal), bahwa hanya Sastra- prosa, puisi dan drama, yang memiliki kriteria ‘kesenian kreatif’.
Seingat saya, setelah absen puluhan tahun, GMIM baru kembali mengadakan lomba teater dua tahun lalu. Walau demikian, kesenian secara umum masih sering mendapatkan resistansi dari dalam gereja sendiri. Saya sering menjadi tempat curhat dari remaja-remaja yang merasa ditolak untuk berkesenian di gereja. Alasan yang sering diberikan adalah bahwa gereja adalah sebuah tempat yang sakral, yang khusus, sehingga yang dapat dilakukan di dalamnya juga tidak sembarangan. Saya tidak menyangkal bahwa gereja adalah sesuatu yang bernilai religius, tapi, waduh!, rupa-rupanya sebuah bentuk Gnostisisma masih saja mencengkram erat kristenitas di Minahasa. Saya juga bangga berkata bahwa ‘saya anak Allah’, no karna itu kita nimau jadi anak yang biongo. Arthur F. Holmes, dalam bukunya “The Idea of a
This kind of Gnosticism keeps the Christian from cultural involvement, from artistic appreciation and creativity, from political and social action, and it generates a misdirected fear of science and philosophy and human learning. It produces needless tensions between faith and culture, a defensive attitude and sometimes even outright anti−intellectualism.
Teater, sebagai sebuah bentuk kesenian kreatif, selalu bertendensi memiliki daya kritis. Sebuah naskah drama yang baik akan menggambarkan pencarian-pencarian akan nilai-nilai kebenaran, menghantam ketidak adilan, dan memperjuangkan kebaikan. Nah! Nilai-nilai inilah yang kerap membuat banyak jemaat (atau para pimpinan jemaat) gagawang, merasa ditelanjangi keburukannya. Penolakan terhadap teater dari gereja menjadi pasti, mengatasnamakan kesantunan dan kesenonohan. Padahal, jika kesenian menyuarakan keadilan dan kebenaran, bukankah itu adalah nilai-nilai Ketuhanan? Menurut amatan saya, ada tiga kriteria yang sering digunakan ‘orang kristen’ untuk menilai sastra. Pertama, ada-tidaknya unsur-unsur yang dinilai eksplisit, yakni kekerasan, seksualitas dan profanitas. Kedua, ada-tidaknya pemujaan atau penghujatan terhadap nilai-nilai non-kristen. Ketiga, ada-tidaknya penampilan pemikiran, tindakan serta prilaku yang dianggap ‘berdosa’. Padahal, sebuah kajian terhadap sastra akan menyangkut unsur-unsur wacana, struktur penarasian, pemilihan kata, metafora, idiom, alegori dan sebagainya. Sastra yang baik adalah sastra yang berhasil memadu-padankan unsur-unsur diatas dengan sempurna. Pemaknaan paripurna terhadap sastra, pada gilirannya, akan muncul jika kita berhasil menggabungkan unsur-unsur diatas secara holistik. Pemahaman sastra harus senantiasa a posteriori, bukan a priori. Oh ya, tidak tahukah anda bahwa Alkitab adalah sebuah mahakarya sastra? (baca tulisan saya: “Alkitab: Karya Sastra Teragung” di www.sastra-minahasa.blogspot.com).
Allah, kreator alam semesta, pencipta diatas segala pencipta, telah melakukan semuanya dengan sempurna. Kejadian 1:31 menuliskan “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik”. Kebenaran juga adalah manunggal dengan-Nya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” Yohanes 14:6. Maka, “All beauty, is God’s beauty, wherever it may be. All truth, is God’s truth, wherever it be found.”. Seni-budaya dan Gereja tidak untuk dipertentangkan. Mereka yang coba-coba mempertentangkannya silahkan berurusan langsung dengan Tuhan!
Sekarang teater dilombakan baik pada rang remaja juga pemuda. PSR yang segera dilaksanakan di Tomohon, menurut kabar terakhir, telah terdaftar 30-an jemaat, untuk lomba teater saja. FSPG juga mencatat puluhan peserta. Semenjak tahun lalu KGPM juga telah membentuk wing teater dalam kepemudaannya yakni Congregational Theater Center (CTC) yang ditujukan untuk membentuk serta membina teater-teater di seluruh jemaat. Tinggal menunggu denominasi-denominasi lain bergabung. Sebuah awal baru orientasi seni-budaya harus dimulai oleh gereja di Minahasa. Salah satu fungsi utama dari kesenian adalah sebagai sebuah ‘cermin’. Kita, Orang Kristen, seharusnya senantiasa mencerminkan imago Dei a capite ad calcem, imej Khalik Langit dan Bumi. Juga, ini jangan dilupakan, kita harus senantiasa bercermin melihat diri kita sendiri, melihat kekurangan-kekurangan kita, sehingga kita dapat menemukan cara untuk memperbaikinya. Jadi, para pembaca yang budiman, rasanya saya harus menutup tulisan yang sangat serius maknanya ini dengan bakusedu: Ora et Labora deng Bakaca! Hehehe...
Jumat, 05 September 2008 | Diposting oleh Kontributor Tetap Blog Ini di 07.09 0 komentar
Label: esei, MAWALE MOVEMENT
Esei Greenhill Galnvon Weol: "Gereja vs Seni: Sebuah Perang AntiTuhan"
Sebuah apresiasi terhadap PSR dan FSP GMIM
lewat eksistensi Sanggar Remiks, Minahasa Utara
The Church of our days in general does not recognize Her cultural mission.
She should be here to give meaning and support for all genuine efforts to enlarge our knowledge of reality and deepen our perception of the mystery of life.
We have to cultivate our personal life, to integrate our faith with contemporary thinking,
to integrate our devotion and adoration with a certain sensitivity towards contemporary arts.
(Daniel Pastircˇak, Artistic Creativity and Christian Spirituality)
Pelaksanaan PSR (Pesta Seni Remaja) GMIM yang beberapa hari lagi akan mengambil tempat di Tomohon, kemudian dilanjutkan dengan FSPG (Festival Seni Pemuda GMIM) yang direncanakan akan dilaksanakan di Tondano akan menjadi event kesenian dan kebudayaan Minahasa yang terbesar tahun ini. Setidaknya, pelaksanaan kedua perhelatan ini akan menjadi semacam “penawar” dari ketidakberhasilan lembaga kerohanian menampakkan prophetic mission-nya akhir-akhir ini. Setelah GMIM, yang adalah denominasi terbesar sekaligus sebagai sebuah ikon utama kekristenan di Tanah Minahasa, terlarut dalam konflik interen yang memang berlarut-larut itu (ini adalah sebuah ‘rahasia umum’, jadi tolong jangan diceritakan kesiapa-siapa), akhirnya, seni kembali menjadi “juru selamat yang hidup!”.
Mengapa saya berkata demikian? Pertama, karena saya ingin berkata demikian. Jika anda mempunyai pendapat berbeda, silahkan. Kedua, sebab, meminjam sebuah kalimat bijak (yang telah saya sedikit sesuaikan), “saat politik deadlock, seni harus mampu memberi alternative”. Politik? Bukankah kita sedang membahas lembaga keagamaan? Mengapa kita jadi melenceng ke politik? Begitu mungkin anda merespon. Jangan tanya saya tamang, enter kita le heran. Menurut saya, yang paling mampu menjawab ini adalah para politisi kita yang ramai-ramai menggunakan predikat-predikat jabat-gereja dalam memperpanjang nama mereka, dalam upaya menggalang suara.
Baru-baru ini saya diundang seorang teman jaring budaya Mawale Movement dari Tonsea, Chandra Dengah Rooroh, untuk turut hadir dalam latihan yang dilanjutkan semacam sebuah ibadah pengutusan dari Sanggar Remiks yang bernaung dibawah Jemaat GMIM Efrata, Kolongan Tetempangan, Kalawat. Jemaat ini masih berusia muda, sekitar satu tahunan mekar dari induk. Peribadatan pun masih menempati sebuah bangunan sederhana dari papan. Bangunan permanent sedang dibangun, dan telah kelar sekitar 30 persen. Tetapi, semua itu tidak menyita perhatian saya, sungguh, cukuplah sudah mengukur pencapaian keberhasilan ‘pembangunan kerohanian’ lewat segala sesuatu yang berbentuk bangunan fisik. Yang menarik justru adalah keberadaan puluhan pemuda-remaja yang giat berkesenian. Remiks berniat turun (atau naik?) dalam lomba teater dan grup vokal pada PSR ini. Namanya juga remaja, seserius-seriusnya mereka, tetap gelak-tawa dan canda-ria bergema. Tetapi, terlihat kesungguhan hati dimata mereka, dan, ini yang penting, terbersit sebuah cahaya di mata mereka. Cahaya semacam ini sering terlihat di mata paramuda kala mereka sedang berusaha membuktikan eksistensi mereka lewat kegiatan-kegiatan yang ‘kurang rohani’ semisal mabo, dola orang, bapajak, bakalae, antar motor rupa gila, pake narkoba, seks bebas, dan sejenisnya. Pendeta Donny Simbar Sth., ketua gereja, berkata bahwa dengan adanya venue penyaluran kreativitas yang disediakan gereja, energi-energi berlebih yang sudah secara alamiah dimiliki oleh paramuda bisa disalurkan kearah yang lebih benar, sebab, biar bagaimanapun mereka harus melepaskan itu. “Tinggal bagaimana mengarahkan emosi-emosi ini di tempat yang seharusnya”, simpul Simbar. Memang benar, secara teoritik, seni memang menawarkan sarana ‘pelampiasan’ emosi, baik dari yang menjadi performans, maupun para apresian. Demikian dikatakan Theory of Literature:
The function of literature, some say, is to relieve us, either writers or readers, from the pressure of emotions. To express emotions is to be free of them (Wellek dan Warren, 1956:36).
Lebih jauh, paling-tidak gereja bisa (kembali) menyangkal Marx yang berkata “agama adalah candu” dengan menunjukkan bahwa, hei sob! gereja tidak hanya mengajarkan umatnya untuk duduk-diam dan meredam gejolak emosi (gejolak seperti ini bisa disebabkan apasaja, dari represi/depresi politik, sampai naiknya hormone seksual) dengan doa dan ibadah saja dan berkata bahwa so ini tu salib yang torang musti pikul, tetapi juga menyediakan ruang penyaluran! Aaahh…
Sanggar Remiks, abreviasi keren dari “Remaja Milik Kristus”, saat ini mewadahi setidaknya belasan pemuda-remaja dalam sayap teaternya, begitu kata Carlos Manatar yang dipercayakan sebagai koordinator teater. Jika anda lebih akrab dengan kata ‘drama’, secara teknis drama menunjuk pada ‘teks atau naskah’. Drama yang dipentaskan disebut ‘teater’. Gereja dan Teater adalah dua kata yang sebenarnya tidak terlalu jauh terpisah. Menurut banyak literatur, seni performans ini pada awalnya memang sangat religius. Teater adalah bagian penting dari ritual-ritual dimana terjadi pemujaan kepada unsur-unsur “metafisis”. Pada zaman pertengahan, kekristenan mulai mengadopsi teater dalam ibadah. “Nativity Play” digunakan untuk menampilkan gambaran peristiwa kelahiran Yesus. “Moral Play” menjadi popular sebagai sebuah metode untuk mengajarkan akhlak kepada konstituen gereja. Syahdan, Zending, yang “membawa berita keselamatan” ke Tanah Minahasa, juga menggunakan teater sebagai media pelayanan, yang menyebabkan sampai saat ini ibadah-ibadah Natal kita seolah tak lengkap jika tanpa lakon “Maria-Yusuf” dan prosesi Pawai Paskah kita lengkap dengan serdadu-serdadu Romawi yang dengan kejam mencambuki seseorang berambut gondrong yang sedang memanggul balak. Jadi, memang sudah seharusnya, tradisi peribadatan kita memberi ruang sebesar-besarnya pada teater.
Benni Matindas, filsuf Minahasa, senantiasa berpesan bahwa peradaban Minahasa, yang adalah merupakan ‘suluh’ kekristenan di Indonesia, hanya dapat dibangun dengan mengembangkan “kesenian kreatif”, yakni bentuk-bentuk kesenian yang memberi ruang sebesar-besarnya kepada kreatifitas, kepada pencarian-pencarian ranah-ranah baru dalam dunia ide dan filsafat. Kesenian kreatif adalah satu-satunya cara untuk mendidik, membentuk moralitas yang runtuh, mengingatkan identitas, serta membangun peradaban. Mohon maaf kepada bentuk kesenian lain, kesenian yang hanya bersifat repetitive, hanya mengulang-ulang (tarik suara sebagai misal), bahwa hanya Sastra- prosa, puisi dan drama, yang memiliki kriteria ‘kesenian kreatif’.
Seingat saya, setelah absen puluhan tahun, GMIM baru kembali mengadakan lomba teater dua tahun lalu. Walau demikian, kesenian secara umum masih sering mendapatkan resistansi dari dalam gereja sendiri. Saya sering menjadi tempat curhat dari remaja-remaja yang merasa ditolak untuk berkesenian di gereja. Alasan yang sering diberikan adalah bahwa gereja adalah sebuah tempat yang sakral, yang khusus, sehingga yang dapat dilakukan di dalamnya juga tidak sembarangan. Saya tidak menyangkal bahwa gereja adalah sesuatu yang bernilai religius, tapi, waduh!, rupa-rupanya sebuah bentuk Gnostisisma masih saja mencengkram erat kristenitas di Minahasa. Saya juga bangga berkata bahwa ‘saya anak Allah’, no karna itu kita nimau jadi anak yang biongo. Arthur F. Holmes, dalam bukunya “The Idea of a
This kind of Gnosticism keeps the Christian from cultural involvement, from artistic appreciation and creativity, from political and social action, and it generates a misdirected fear of science and philosophy and human learning. It produces needless tensions between faith and culture, a defensive attitude and sometimes even outright anti−intellectualism.
Teater, sebagai sebuah bentuk kesenian kreatif, selalu bertendensi memiliki daya kritis. Sebuah naskah drama yang baik akan menggambarkan pencarian-pencarian akan nilai-nilai kebenaran, menghantam ketidak adilan, dan memperjuangkan kebaikan. Nah! Nilai-nilai inilah yang kerap membuat banyak jemaat (atau para pimpinan jemaat) gagawang, merasa ditelanjangi keburukannya. Penolakan terhadap teater dari gereja menjadi pasti, mengatasnamakan kesantunan dan kesenonohan. Padahal, jika kesenian menyuarakan keadilan dan kebenaran, bukankah itu adalah nilai-nilai Ketuhanan? Menurut amatan saya, ada tiga kriteria yang sering digunakan ‘orang kristen’ untuk menilai sastra. Pertama, ada-tidaknya unsur-unsur yang dinilai eksplisit, yakni kekerasan, seksualitas dan profanitas. Kedua, ada-tidaknya pemujaan atau penghujatan terhadap nilai-nilai non-kristen. Ketiga, ada-tidaknya penampilan pemikiran, tindakan serta prilaku yang dianggap ‘berdosa’. Padahal, sebuah kajian terhadap sastra akan menyangkut unsur-unsur wacana, struktur penarasian, pemilihan kata, metafora, idiom, alegori dan sebagainya. Sastra yang baik adalah sastra yang berhasil memadu-padankan unsur-unsur diatas dengan sempurna. Pemaknaan paripurna terhadap sastra, pada gilirannya, akan muncul jika kita berhasil menggabungkan unsur-unsur diatas secara holistik. Pemahaman sastra harus senantiasa a posteriori, bukan a priori. Oh ya, tidak tahukah anda bahwa Alkitab adalah sebuah mahakarya sastra? (baca tulisan saya: “Alkitab: Karya Sastra Teragung” di www.sastra-minahasa.blogspot.com).
Allah, kreator alam semesta, pencipta diatas segala pencipta, telah melakukan semuanya dengan sempurna. Kejadian 1:31 menuliskan “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik”. Kebenaran juga adalah manunggal dengan-Nya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” Yohanes 14:6. Maka, “All beauty, is God’s beauty, wherever it may be. All truth, is God’s truth, wherever it be found.”. Seni-budaya dan Gereja tidak untuk dipertentangkan. Mereka yang coba-coba mempertentangkannya silahkan berurusan langsung dengan Tuhan!
Sekarang teater dilombakan baik pada rang remaja juga pemuda. PSR yang segera dilaksanakan di Tomohon, menurut kabar terakhir, telah terdaftar 30-an jemaat, untuk lomba teater saja. FSPG juga mencatat puluhan peserta. Semenjak tahun lalu KGPM juga telah membentuk wing teater dalam kepemudaannya yakni Congregational Theater Center (CTC) yang ditujukan untuk membentuk serta membina teater-teater di seluruh jemaat. Tinggal menunggu denominasi-denominasi lain bergabung. Sebuah awal baru orientasi seni-budaya harus dimulai oleh gereja di Minahasa. Salah satu fungsi utama dari kesenian adalah sebagai sebuah ‘cermin’. Kita, Orang Kristen, seharusnya senantiasa mencerminkan imago Dei a capite ad calcem, imej Khalik Langit dan Bumi. Juga, ini jangan dilupakan, kita harus senantiasa bercermin melihat diri kita sendiri, melihat kekurangan-kekurangan kita, sehingga kita dapat menemukan cara untuk memperbaikinya. Jadi, para pembaca yang budiman, rasanya saya harus menutup tulisan yang sangat serius maknanya ini dengan bakusedu: Ora et Labora deng Bakaca! Hehehe...
Diposting oleh Kontributor Tetap Blog Ini di 07.09 0 komentar
Puisi Hendra Tandayu: "GREM, Anggota Dewan, Kyapa Re'en"
Karya : Hendra Ch. Tandaju
Ngana bentuk pe kacili
Ngana pe isi pe sadiki
Ngana kebanyakan dari glas
Ngana bole ja isi di popoji
Ngana pasti ada di warong-warong
Kalu mo ba pancing sadiki
Dorang pake pa ngana
Kalu mo beking kukis cucur
Dorang pake pa ngana
Dorang bilang 1 sloki
Dorang bilang pancing harga 1000
Kalu kita bilang
GREMMMMMMMMMMMMMM
ANGGOTA DEWAN
Menebar senyum............................
Memberi sumbangan .....................
Mengumbar janji ...........................
Mencari simpati ............................
Berbagai macam cara
Harus kamu lakukan
Berbagai macam trik
Harus kamu upayakan
Demi mendapatkan dukungan
Setelah itu ..............
Kamu disebut sebagai yang terhormat
Kamu disebut sebagai wakil rakyat
Kamu disebut sebagai anggota legislatif
Katanya tugas kamu ...............
Akan sering bertemu dengan rakyat
Membawa aspirasi rakyat
Memperhatikan kebutuhan rakyat
Menjadi alat kontrol eksekutif
Namun.... apa yang kami dapat ?
Nasib kami belum berubah
Jalan kami masih berlubang
Lapangan kerja masih sulit
Kami masih yang dikorbankan
Kesimpulan kami .......
Masihkah kami harus percaya kamu?
Masihkah kami harus menunjang kamu?
Masihkah kami harus mendukung kami?
Masihkah kami harus memilih kamu?
Hilang sudah simpati kami
Hilang sudah kepercayaan kami
Hilang sudah dukungan kami
Mana mungkin kami memilih kamu
Janjimu tinggal janji
Jangankan wajah mulusmu
Punggungmupun saat ini
Tak pernah kelihatan lagi
So i say good bye for you......
KIAPA RE’EN
Kita bicara...................
Kita badiam ................
Kita ba gra...................
Kita nda mucul ...........
Kalu nda cocok deng ngana pe mau
Ngana pasti bilang
Kiapa re’en .....................................
Orang Manado pasti tatawa
Orang Manado pasti langsung kenal
Orang Manado tau kita dari gunung
Orang Manado langsung mo ba tamang
Kalu kita mo bilang
Kiapa re’en ....................................
Ngoni pasti bingo
Ngoni pasti penasaran
Ngoni pasti musti mo baca
Kalo kita beking puisi
Dia pe judul
Kiapa re’en .................................
Diposting oleh Kontributor Tetap Blog Ini di 07.05 0 komentar
Label: puisi