Tabea Waya e Karapi!

Sastra for Minahasa Masa Depan!

Mengapa sastra (baca: tulisan)?

Sebab tulisan adalah bentuk kasat mata dari bahasa yang adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasa atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.


Kemudian: Mengapa pake Bahasa Manado? No kong kyapa dang?

Karena tak ada lagi bahasa lain yang menjadi 'lingua franca" di se-enteru Minahasa hari ini selain bahasa yang dulunya torang kenal juga sebagai "Melayu Manado".

Yang terutama adalah bahwa lewat sastra kita dapat kembali menjabarkan “Kebudayaan Minahasa” hari ini. Dengan menulis kita dapat kembali meluruskan benang kusut sejarah Bangsa Minahasa. Lalu, lewat tulisan, kita menggapai keabadian, io toh?



Tulisan Paling Baru

ini tong pe posting terbaru.

Reportase Denni Pinontoan: "Natal MCC, GMM dan Pinawetengan Muda: “Yesus Kristus Lahir di Watu Pinawetengan”.

Pinabetengan – Orang-orang muda Minahasa yang tergabung dalam Mawale Cultural Center (MCC), Gerakan Minahasa Muda (GMM) dan Pinawetengan Muda beserta jaringannya se-Minahasa, Rabu (9/12) malam memaknai Natal Yesus Kristus dalam konteks budaya Minahasa melalui Pagelaran Seni Natal Yesus Kristus di Watu Pinawetengan, Desa Pinabetengan, Minahasa. Kegiatan yang dimaknai sebagai Perayaan Natal yang khas dan kreatif ini dimaksudkan sebagai bentuk kontekstualisasi teologi dalam kebudayaan Minahasa.

Kegiatan dirancang sebagai ibadah yang kreatif dan kontekstual, yang dalam prosesinya diisi pementasan teater, musikalisasi puisi serta diskusi dengan tema “Yesus Kristus Lahir di Watu Pinawetengan dengan pembicara Pdt. Dr. Richard A.D. Siwu, MA, PhD, sebagai teologi yang memiliki konsern terhadap persoalan kemasyarakan dan kebudayaan Minahasa. Bersama hadir dalam kegiatan ini Prof. Johny Weol, teologi dan juga pemerhati persoalan kemasyarakan, Ivan Kaunang, kandidat doktor di Udayana Bali, Sofian Yosadi, SH., tokoh pemuda Khonghucu, Meidy Tinangon, SSi, MPd, Ketua Penggerak GMM, Greenhill Weol, Direktur MCC, Frisky Tandaju selaku ketua Pinawetengan Muda, dan beberapa tokoh Muda Minahasa lainnya, antara lain Meidy Malonda, Bodewyn Talumewo, dan Chandra Dengah Rooroh, tokoh pemuda dari Treman, Tonsea.

Dalam diskusi yang dipandu Denni Pinontoan ini, Pdt. Siwu mengemukakan, tema yang diangkat dalam kegiatan tersebut dan yang juga menjadi topic diskusi sangat menarik. Sebab, tema ini, menurutnya, menggambarkan apa yang disebut di sekolah-sekolah teologi sebagai kontektualisasi teologi atau teologi kontekstual. “Kelahiran Yesus di Bethlehem adalah sesuatu yang histories. Dan, dalam memaknainya sekarang adalah soal konteks kebudayaan kita,” kata Pdt. Siwu.

Pdt. Siwu menjelaskan bahwa, teologi di dalam gereja-gereja kita di Indonesia kebanyakan masih mewarisi model teologi Barat. Makanya, perlu dilakukan lagi reinterpretasi terhadap ajaran dan pemahaman teologi tersebut untuk mengkontekstualisas ikan pesan-pesan Injil Yesus Kristus. “Sebenarnya, apa yang diajarkan oleh gereja-gereja kita sekarang, termasuk mengenai cara dan bentuk perayaan Natal adalah hasil interpretasi mereka terhadap apa yang terdapat dalam Alkitab dalam Alkitab. Persoalannya, kita belum melakukan interpretasi langsung. Tapi, saya kira apa yang dilakukan oleh orang-orang Muda Minahasa mala mini adalah langkah awal yang baik untuk menuju ke sana ,” tegasnya.


Orang-orang muda yang hadir dalam kegiatan tersebut menanggapi bahwa, perlu ada usaha kontektualisasi teologi gereja dalam konteks lokal Minahasa, dengan kebudayaannya, dan juga dengan persoalan-persoalan nya. “Saya kira, persoalan utama kita adalah ada manusianya. Ya manusia Minahasa. Maka, penting untuk kita lakukan bersama-sama sekarang adalah memaknai makna Natal tersebut dalam konteks kekinian kita di Minahasa ini,” kata Fredy Wowor, sastrawan dan dosen Sastra Unsrat yang juga.

Sementara Rikson Karundeng, tokoh Muda Minahasa, mengatakan, memaknai arti Natal Yesus Kristus dalam konteks Minahasa sama halnya dengan bagaimana kita menerjemahkan nilai-nilai Injil tersebut dalam konteks Minahasa kontemporer. “Dengan demikian sebenarnya kita sedang berusaha menjebatani antara nilai-nilai histories Natal Yesus itu dengan persoalan kekinian Minahasa,” tegasnya.

Pagelaran Seni semakin menarik ketika sejumlah satrawan muda Minahasa tampil membawakan puisi secara bergantian, mereka-mereka tersebut antara lain Chandra D. Rooroh, Fredy Wowor, Alfrits "Ken" Oroh, Allan Umboh, dan Rikson Karundeng.

Greenhill Weol, dibagian awal kegiatan ini mengatakan maksudnya dilaksanakan perayaan peringatan Natal Yesus Kristus di Watu Pinawetengan ini adalah untuk memaknai secara baru arti Watu Pinawetengan dalam konteks Minahasa kontenporer. “Bahwa, menurut cerita, Watu Pinawetengan ini adalah tempat para dotu-dotu Minahasa melakukan musyawarah untuk menjawab persoalan-persoalan hidup mereka di zamanya. Maka, tempat ini kami pilih sebagai penanda bahwa sekarang ini orang-orang Minahasa tidak tinggal diam, tapi melakukan sesuatu untuk tanah ini. Sudah sekitar dua tahun, kami menjadikan Watu Pinawetengan sebagai tempat untuk mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan kebudayaan Minahasa,” ujar Green.

0 komentar: