Tabea Waya e Karapi!

Sastra for Minahasa Masa Depan!

Mengapa sastra (baca: tulisan)?

Sebab tulisan adalah bentuk kasat mata dari bahasa yang adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasa atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.


Kemudian: Mengapa pake Bahasa Manado? No kong kyapa dang?

Karena tak ada lagi bahasa lain yang menjadi 'lingua franca" di se-enteru Minahasa hari ini selain bahasa yang dulunya torang kenal juga sebagai "Melayu Manado".

Yang terutama adalah bahwa lewat sastra kita dapat kembali menjabarkan “Kebudayaan Minahasa” hari ini. Dengan menulis kita dapat kembali meluruskan benang kusut sejarah Bangsa Minahasa. Lalu, lewat tulisan, kita menggapai keabadian, io toh?



Tulisan Paling Baru

ini tong pe posting terbaru.

Reportase Rikson Karundeng: "Perjumpaan Dengan Giroth Wuntu".

Rikson dan Giroth Wuntu dalam suasana perjumpaan yang akrab

Sang Mentari telah memasuki pembaringannya, tatkala Tim Mawale Movement memasuki sebuah rumah sedehana di wilayah Wanua Liningaan Kecamatan Tondano Timur. Bodewin Talumewo yang menginjakkan kaki pertama kali di tangga rumah itu, langsung disambut dengan sapaan akrab KEKE, seorang perempuan Minahasa luar biasa, cerdas, kreatif dan tekun, yang selama ini merawat dan menjaga sosok manusia renta yang dikenal dengan nama GIROTH WUNTU.

"Opa ada teman-teman Mawale Movement mo baku dapa," kata Keke sambil melangkah ke ruangan tamu. Sosok renta itupun tampak dengan sekuat tenaga mencoba berdiri dari tempat pembaringannya seraya menjemput tim Mawale dengan senyuman. “Mari maso ,” ujarnya.

Satu per satu anggota Tim Mawale berjabatan tangan tanda selamat dalam sebuah perjumpaan dengan sosok yang memang sengaja dicari Sabtu, 3 April 2010 malam itu. Kalbu mereka tampak berdecak kagum dan itu terpancar dari ekspresi wajah mereka. Decakan kagum itu muncul saat terbersit dalam pikiran bahwa malam ini luar biasa karena kini mereka berhadapan langsung dengan sosok yang selama ini sering menjadi pokok diskusi karena karya, perjuangan dan kisah tragis yang menimpa dirinya.

“Masih kuat da palia Bung Giroth,” sapa Jendri Koraag.
“Samua orang tau termasuk para tokoh agama di sini bahwa Om Giroth itu bae-bae. Cuma saat inipun kita masih siap fight secara fisik deng sapa saja yang mau mengusik kita pe kehidupan pribadi,” ujar lelaki berusia 89 tahun itu dengan gaya khas Tole Tou Dano.

Percakapan itu adalah awal dari sebuah diskusi panjang antara Tim Mawale dengan Giroth Wuntu, Sang Legendaris yang terkenal dengan sejumlah karya berupa tulisan-tulisan sastra Minahasa, termasuk buku PERANG TONDANO yang tiada duanya. “Saat ini saya bukan PKI tapi sampai saat ini saya masih komunis,” terang Wuntu sembari memperlihatkan sejumlah karyanya yang mengulas tentang pemikiran dan tanggapan kritisnya terhadap Marxisme-Komunisme, Pemerintah Orde Baru hingga masalah Kebudayaan Minahasa.
Tim Mawale Movement

“Nasionalisme kita pahami dengan jelas, Kalau soal agama itu tidak bisa dipaksakan sama seperti Komunisme. Buat apa kita beragama jika kita tidak memahami dengan benar apa agama itu. Yesus pernah mengungkapkan ajaranNya ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’, itu Komunisme. Bagi saya, Yesus itu adalah Ur Komunis,” Terang Wuntu menanggapi pertanyaan Deni Pinontoan soal tanggapannya mengenai NASAKOM.

……………………………………………………………………
………………………………………

Perjumpaan Tim Mawale dengan seniman, pemahat yang menghasilkan karya-karya mengagumkan itu berakhir saat Om Giroth menunjukkan sejumlah koleksi bukunya terkait Komunisme hingga Minahasa dan Kebudayaan.
Denni Pinontoan di depan sebagian koleksi buku dan patung kayu pahatan karya Giroth Wuntu.

Dalam perjumpaan dengan Giroth Wuntu kali ini, Tim Mawale juga sempat berdiskusi banyak soal Filosofi Si Tou Timou Tumou Tou. Om Giroth telah mengurai aspek historis dan maka dari filosofi Tou Minahasa itu, sampai kritiknya terhadap makna filosofis dari kalimat tersebut yang menurutnya banyak kali salah.
Kalau Tou Minahasa ingin mengetahui banyak apa saja yang diperbincangkan Tim Mawale dengan Om Giroth Wuntu malam itu, boleh dibaca di Majalah “WALETA MINAHASA” terbitan Gerakan Minahasa Muda dan Mawale Cultural Center yang rencananya akan dilaunching pertengahan bulan April 2010. Memiliki majalah WALETA MINAHASA adalah bagian dari partisipasi Tou Minahasa sekalian dalam menunjang Renaisans Kebudayaan Minahasa.

0 komentar: